KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengusulkan agar kebijakan zonasi pendidikan segera diatur ke dalam Peraturan Presiden ( Perpres). Peningkatan aturan ini dimaksudkan untuk menghadirkan sinergi pembangunan pendidikan baik pusat maupun di daerah. Rekomendasi ini muncul dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang dihadiri beberapa narasumber dari Kemendikbud, Kemendagri, Komisi X dan Ombusdman RI di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (1/7/2019). "Yang kita atur ini lebih kepada sinkronisasi, kolaborasi, sinergi antar kementerian dan lembaga dan juga pemerintah daerah," ujar Chatarina Muliana Girsang, Staf Ahli Mendikbud bidang Regulasi. Ia berharap, "Dengan Perpres ini akan dapat membantu pemerintah daerah untuk menerapkan zonasi." Lebih lanjut, anggota legislatif dari daerah pemilihan Kalimantan Timur ini menyoroti perlunya komitmen anggaran pendidikan, khususnya di daerah. Menurut catatan Komisi X DPR RI, baru 18 provinsi yang mengalokasikan anggaran pendidikan sebanyak 20 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selama ini, anggaran pendidikan yang berasal dari pusat digunakan untuk memperbaiki tiga masalah utama, di antaranya sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, dan ketersediaan dan peningkatan mutu guru. Namun, perlu diketahui masyarakat bahwa sebagian besar anggaran tersebut ditransfer ke daerah. Sementara Kemendikbud mendapatkan alokasi anggaran pendidikan sekitar 7 persen dari total 20 persen. Dan kecenderungannya semakin berkurang. "Jika disalurkan dengan tepat dan baik, maka akan menghilangkan soal sekolah favorit dan tidak favorit itu," ujarnya. Penyimpangan pelaksanaanStaf Ahli Mendikbud bidang Regulasi mengungkapkan cukup banyak pemerintah daerah yang melakukan penyimpangan terhadap penerapan aturan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) mengenaiPPDB. "Hal ini menyebabkan kebingungan masyarakat mengenai aturan PPDB. Kok tidak sama antara yang disosialisasikan dengan yang ditemui di lapangan," ujarnya. Zonasi yang diterapkan Pemda juga tidak memperhitungkan daya tampung sekolah dengan jumlah anak yang lulus dari jenjang sebelumnya, imbuhnya. Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Su'adi, menyampaikan Pemda sudah memiliki waktu enam bulan untuk persiapan dan melakukan sosialisasi ke masyarakat. "(Namun) Beberapa Kepala Daerah masih melakukan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan utama sistem tersebut," katanya. Penerapan kebijakan zonasi sebagai bentuk upaya peningkatan pemerataan akses pendidikan yang berkeadilan hendaknya dapat ditindaklanjuti Pemda dengan pemerataan fasilitas dan akses. "Yang penting sekarang ini agar masalah terkait disinformasi dan tidak adanya peta zonasi agar segera diselesaikan. Tanpa harus mengubah sistem zonasinya sendiri," kata Ahmad Su'adi.
Sumber : Kompas.com
|