Indeks Integritas UN, Siswa Takut Dianggap Tak Jujur
JAKARTA-Pemerintah diminta untuk mewaspadai kecemasan siswa dalam menghadapi ujian nasional (UN). Sebab, penggunaan indeks integritas siswa malah khawatir dianggap tidak jujur dalam menjawab soal.
Kepala Bidang Diplomasi Kebahasaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Maryanto mengatakan, sekarang ini pemerintah membuat indeks integritas untuk mengukur tingkat kejujuran peserta UN. Menurutnya, adanya indeks integritas ini menjadi suatu kekhawatiran baru bagi siswa. Ketika siswa mendapat nilai tertinggi dia khawatir dianggap tidak jujur atau tidak berintegritas. Akibatnya siswa bisa dinilai menjalani proses pendidikan yang tidak berintegritas pula.
"Dengan dihapusnya batas kelulusan kemudian ada indeks integritas malah memunculkan kekhawatiran baru. Sebab jika siswa mendapat skor tinggi bisa saja dipandang skor itu didapat dari faktor lain diluar kemampuan siswa," katanya.
Maryanto memaparkan hal tersebut dalam disertasinya di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang berjudul "Kesesuaian Antara Reproduksibilitas Guttman dan Probabilitas Jawaban Model Teori Tes Modern 1 P". Dia menjelaskan, indeks integritas sebagai tolok ukur keberhasilan UN berkaitan erat dengan kewajaran peserta uji. Hasil penelitiannya menunjukkan, makin tidak wajar hasil uji peserta, ujian itu akan makin tidak berintegritas. Sementara itu penghapusan batas kelulusan UN tidak berarti bahwa tidak ada kelulusan atau kegagalan dalam sistem pengujian tersebut.
"Batas itu perlu dihapus karena bisa menjadi momok yang hanya menakut-nakuti para pelajar," imbuhnya.
Dia menjelaskan, kebijakan pemerintah untuk menanggalkan penggunaan UN sebagai penentu kelulusan sekolah masih memerlukan pengkajian lebih lanjut. Dalam hal Bahasa Indonesia, jelasnya, kisruh UN dapat terulang apabila sistem penyelenggaraan UN di mata pelajaran ini tidak diubah secara radikal. Tidak jarang mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi sosok menakutkan bagi kalangan pelajar. Pada 2010 lalu 73 persen peserta UN gagal lulus dalam UN Bahasa Indonesia.
"Dalam laporan mutakhir dari Kemdikbud, jumlah peserta didik yang gagal UN tidak dapat diketahui karena sistem UN akhir-akhir ini tidak dapat digunakan untuk menentukan kelulusan peserta didik," terangnya.
Mendikbud Anies Baswedan ketika ditanyai mengenai hal ini menegaskan, standar kelulusan tetap ada. Menurutnya standar kompetensi lulusan diterjemahkan dalam kurikulum dan diwujudkan dalam ukuran seperti raport yang merujuk pada Standar Komptensi Lulusan (SKL).
"Kelulusan tidak ditentukan lagi oleh enam mata pelajaran saja. Namun kelulusan seorang siswa dikembalikan lagi kewenanganya kepada guru melalui pembahasan di dewan guru," tukasnya.
Sumber : okezone.com |
Silahkan login untuk meninggalkan balasan.