MENGHINDARI PRILAKU TERCELA ( ISHRAF, TABDZIR, GHIBAH DAN FITNAH ) BAB IV SMSTR GENAP KLS XII, TP 16
(359)
8 0 08-11-2016
0 suka
17-01-2017, 10:29:47
AKHLAQ MENGHINDARI PRILAKU TERCELA

ishraf dan Tabzir

Makna Israf Secara Bahasa

الإسراف: مجاوزة القصد، مصدر من أسرف إسرافًا، والسَّرَف اسم منه، يقال: أسرف في ماله: عجل من غير قصد، وأصل هذه المادة يدُلُّ على تعدِّي الحدِّ، والإغفال أيضًا للشيء

Al Israf adalah adalah lebih dari tujuan. Dari fi’il asrafa – israfan. As Saraf isim (mashdar) darinya juga. “asrafa fi maalihi” artinya bersegera (mengeluarkan harta) tanpa tujuan. Dan asal makna dari kata ini menunjukkan pada sikap melebihi batas dan sembrono dalam melakukan sesuatu (Maqayis Al Lughah, 3/153, Lisanul Arab 9/148, Misbahul Munir, 1/247).
Makna Israf Secara Istilah Syar’i

الإسراف: هو صرف الشيء فيما لا ينبغي زائدًا على ما ينبغي

Israf artinya membelanjakan / memberikan sesuatu untuk hal yang tidak selayaknya sebagai tambahan atas apa yang selayaknya (Al Kuliyat, 113)

Ar Raghib Al Asfahani menyatakan:

السرف: تجاوز الحد في كلِّ فعل يفعله الإنسان، وإن كان ذلك في الإنفاق أشهر

As Saraf artinya setiap perbuatan manusia yang melewati batas, walaupun istilah ini lebih masyhur dalam masalah pembelanjaan harta (Mufradat fi Gharibil Qur’an, 407).

Al Jurjani menyatakan:

الإسراف: هو إنفاق المال الكثير في الغرض الخسيس. وقيل تجاوز الحدِّ في النفقة، وقيل: أن يأكل الرجل ما لا يحلُّ له، أو يأكل مما يحل له فوق الاعتدال، ومقدار الحاجة. وقيل: الإسراف تجاوز في الكمية، فهو جهل بمقادير الحقوق

Al Israf artinya membelanjakan harta yang banyak untuk tujuan yang sangat sedikit. Sebagian pendapat menyatakan, artinya melebihi batasan dalam pembelanjaan harta. Sebagian pendapat menyatakan, artinya seseorang memakan harta yang tidak halal baginya atau memakan yang halal baginya memlebihi batas dan melebihi kadar kebutuhan. Sebagian pendapat menyatakan, artinya melebihi kuantitas yang normal, karena tidak memahami batasan kuantitas yang menjadi haknya (At Ta’rifat, 24)
Makna Tabzir (Mubazir) Secara Bahasa

التبذير: التفريق، مصدر بذَّر تبذيرًا، وأصله إلقاء البذر وطرحه، فاستعير لكلِّ مضيع لماله، وبذر ماله: أفسده وأنفقه في السرف. وكل ما فرقته وأفسدته، فقد بذرته، والمباذر والمبذِّر: المسرف في النفقة؛ وأصل هذه المادة يدلُّ على نثر الشيء وتَفْرِيقه

At Tabzir artinya pemecah-belahan, sebagai mashdar dari badzara – tabziran. Makna aslinya, melempar bibit. Kata ini juga dipakai untuk mengatakan segala bentuk penyia-nyiaan harta. “badzara maalahu” artinya ia merusak hartanya atau membelanjakannya secara berlebihan. Juga dipakai untuk menyebutkan segala bentuk pemecah-belahan harta dan perusakan harta, maka ia dikatakan “badzarahu“. Al Mubaadzir atau al mubadziir, artinya orang yang berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta. Dan asal makna dari kata ini menunjukkan pada sikap perusakan terhadap sesuatu dan pemecah-belahan terhadapnya (Maqayis Al Lughah, 1/216, Al Mufradat fi Gharibil Qur’an, 114, Lisanul Arab 9/148)
Makna Tabzir (Mubazir) Secara Istilah Syar’i

Imam Asy Syafi’i menyatakan,

التبذير إنفاق المال في غير حقِّه

At Tabzir artinya membelanjakan harta tidak sesuai dengan hak (peruntukan) harta tersebut (Al Jami li Ahkam Al Qur’an, 10/247).

sebagian pendapat menyatakan,

التبذير صرف الشيء فيما لا ينبغي

At Tabzir artinya membelanjakan untuk sesuatu yang tidak selayaknya dibelanjakan (At Ta’rifat, 24, Al Kuliyat, 113)

sebagian pendapat menyatakan,

هو تفريق المال على وجه الإسراف

At Tabzir artinya memecah-belah harta dalam bentuk yang termasuk berlebih-lebihan (At Ta’rifat, 51, At Taufiq ‘alal Muhimmat At Ta’arif, 90, Lisanul Arab, 4/50)
Perbedaan Israf dan Tabzir

الإسراف: صرف الشيء فيما لا ينبغي زائدًا على ما ينبغي بخلاف التبذير؛ فإنه صرف الشيء فيما لا ينبغي

Al Israf itu membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak selayaknya dibelanjakan sebagai tambahan dari sesuatu yang memang selayaknya dibelanjakan, sedangkan At Tabzir itu membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak selayaknya (At Ta’rifat, 24)

فبينهما عموم وخصوص إذ قد يجتمعان فيكون لهما المعنى نفسه أحيانًا، وقد ينفرد الأعم وهو الإسراف

Diantara keduanya ada yang lebih umum maknanya dan ada yang lebih khusus. Jika mereka disebutkan bersamaan terkadang maknanya sama, dan terkadang salah satunya lebih umum dari yang lain, yaitu Al Israf (Nudhratun Na’im, 9/4115).


Gibah
1. Pengertian Gibah Secara bahasa ghibah bisa diartikan sebagai mengatakan sesuatu yang benar tentang seseorang di belakangnya tetapi hal itu tidak disukai oleh orang yang dibicarakan. Dalam islam perihal gosip di masukan ke dalam ghibah karena dalam prakteknya sama dengan berghibah yakni sama-sama membicarakan orang
7. 7 lain dibelakangnya dan umumnya pembicaraan itu menyangkut aib atau keburukan objek yang dibicarakan. Jadi ghibah adalah membicarakan kejelekan atau aib orang lain atau menyebut masalah orang lain yang tidak disukainya, sekalipun hal tersebut benar-benar terjadi. Para alim ulama sepakat bahwa ghibah termasuk dosa besar sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hujurat ayat 12 : "Hai orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. sukakah salah satu diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha penerima tobat lagi Maha Penyayang". Pada umumnya orang berghibah ketika ia sedang marah atau kesal pada seseorang yang ia benci atau pun ketika ia merasa cemburu atau iri hati pada orang lain. Namun pada saat ini yang paling mengherankan adalah dengan bergosip seolah-olah kita mampu membuat orang lain tertawa dan bahagia meski yang dibicarakan adalah aib atau keburukan orang lain dan terkadang gosip tidak dianggap sebagai dosa dan parahnya pada saat ini banyak orang-orang yang mencari nafkah dengan cara bergosip, sebagaimana maraknya acara infotainment seputar gosip kehidupan artis di televisi. Untuk menghalau gosip atau ghibah caranya sadarilah bahwa hal itu dosa besar dan hindarilah ucapan-ucapan yang akan mendekati ghibah dengan cara meluruskan dan menyelaraskan antara hati ucapan dan tindakan. karena setiap orang yang beriman yang berfikir dengan hati nuraninya akan mengakui bahwa tidak ada manfaatnya menggosipkan seseorang apalagi berusaha membuka aib atau keburukan orang lain. Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya, akhlaknya, hartanya, anak-anaknya, istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik bicaranya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat mengejek baik dengan ucapan maupun isyarat.”
8. 8 2. Gibah Yang Diperbolehkan Ucapan Imam Nawawi ‫هللا‬ ‫ه‬‫م‬ ‫رح‬Dalam kitab tersebut , beliau ‫هللا‬ ‫رحمه‬ berkata: “Ketahuilah bahwa ghibah diperbolehkan untuk tujuan yang benar sesuai dengan syariat, yang hal itu tidak mungkin ditempuh kecuali dengan ghibah. Yang demikian terjadi dengan enam sebab yaitu: a. Kedzoliman, diperbolehkan bagi orang yang terdzolimi menngadukan kedzoliman kepada penguasa atau hakim yang berkuasa yang memiliki kekuatan untuk mengadili perbuatan tersebut. Sehingga diperbolehkan mengatakan,”Si Fulan telah mendzalimi diriku”atau “Dia telah berbuat demikian kepadaku.” b. Meminta bantuan untuk menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran. Maka seseorang diperbolehkan mengatakan, “Fulan telah berbuat demikian maka cegahlah dia!” c. Meminta fatwa kepada mufti (pemberi fatwa,pen) dengan mengatakan:”Si Fulan telah mendzolimi diriku atau bapakku telah mendzalimi diriku atau saudaraku atau suamiku, apa yang pantas ia peroleh? Dan apa yang harus saya perbuat agar terbebas darinya dan mampu mencegah perbuatan buruknya kepadaku?”Atau ungkapan semisalnya. Hal ini diperbolehkan karena ada kebutuhan. Dan yang lebih baik hendaknya pertanyaan tersebut diungkapkan dengan ungkapan global, contohnya : “Seseorang telah berbuat demikian kepadaku” atau “Seorang suami telah berbuat dzalim kepaada istrinya” atau “Seorang anak telah berbuat demikian” dan sebagainya. Meskipun demkian menyebut nama person tertentu diperbolehkan, sebagaimana hadits Hindun ketika beliau mengadukan (suaminya)kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit.” d. Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan, contohnya memperingatkan kaum muslimin dari perowi-perowi cacat supaya tidak diambil hadits ataupun persaksian darinya, memperingatkan dari para penulis buku (yang penuh syubhat). Menyebutkan kejelekan mereka
9. 9 diperbolehkan secara ijma’ bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga kemurnian syari’at. e. Ghibah terhadap orang yang melakukan kefasikan atau bid’ah secara terang-terangnan seperti menggunjing orang yang suka minum minuman keras, melakukan perdagangan manusia, menarik pajak dan perbuatan maksiat lainnya. Diperbolehkan menyebutkannya dalam rangka menghindarkan masyarakat dari kejelekannya. f. Menyebut identitas seseorang yaitu ketika seseorang telah kondang dengan gelar tersebut. Seperti si buta, si pincang, si buta lagi pendek, si buta sebelah, si buntung maka diperbolehkan menyebutkan nama-nama tersebut sebagai identitas diri seseorang. Hukumnya haram jika digunakan untuk mencela dan menyebut kekurangan orang lain. Namun lebih baik jika tetap menggunakan kata yang baik sebagai panggilan, Allahu A’lam. (Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Hal.400). 3. Penyebab dan Bahaya Gibah Ada beberapa penyebab dari ghibah itu sendiri. Diantara penyebab ghibah adalah : a. Hasad (Dengki). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Hati-hati kalian terhadap perbuatan hasad! karena hasad itu memakan (merusak) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar." (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah) b. Balas Dendam. Sifat dendam menyebabkan seorang pendendam menggunjing saudaranya dalam berbagai kesempatan. Wal'iyaadzu billah ! c. Menjilat dan mencari muka. Seorang yang suka menjilat dan mencari muka teman-temannya akan selalu menyelaraskan perkataannya dengan teman-temannya. Meskipun terkadang teman-temannya terlibat dalam pergunjingan. Maka biasanya si penjilat dan si pencari muka membiarkannya. Alasannya takut teman-temannya lari meninggalkannya. d. Sombong dan meremehkan orang lain. Mengenai sombong ini maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain" (HR.Muslim). Lalu
10. 10 Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Orang-orang yang sombong itu akan dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut kecil yang terinjak-injak telapak kaki orang-orang." (HR.Tirmidzi dan Nasa) e. Memperolok-olokan orang lain, sebagian orang menggunjingkan saudaranya dengan jalan memperolok-olokan. Perbuatan ini haram. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :"Janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka." (QS.Al Hujurat 49: 11) Sesungguhnya ghibah merupakan penyakit berbahaya dan menimbulkan kemudharatan yang lebih besar di dunia maupun di akhirat kelak. Diantara bahaya ghibah yaitu : a. Ghibah menjadikan pelakunya terbuka aibnya di dunia maupun di akhirat. b. Ghibah menyakiti hamba-hamba Allah Subhanahu wa ta'ala. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman : "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS.Al Ahzab 33:58) c. Ghibah termasuk kedzoliman dan melampaui batas terhadap orang lain. Di dalam hadits Qudsi yang shahih riwayat Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meriwayatkan dari Rabb- nya Subhanahu wa ta'ala:"Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya Aku telah mengharamkan kedzoliman atas diri-Ku dan Aku telah menjadikan kedzoliman diantara kalian sebagai sesuatu yang diharamkan, maka janganlah kalian saling mendzolimi." d. Ghibah berakibat terkena azab pada hari kiamat. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman: "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela"(QS.Al Humazah 104:1) e. Ghibah memporak-porandakkan masyarakat, menebarkan fitnah, menimbulkan permusuhan diantara manusia dan menimbulkan dendam.
11. 11 f. Ghibah menunjukkan atas gugur dan hancurnya perbekalan pelakunya, kotor niatnya dan jelek lidahnya. 4. Prilaku menghindari Gibah Setiap muslimin dan muslimat harus berusaha menghindari gibah dengan sungguh-sungguh adapun cara menghindari prilakugibah antara lain : a. Menyadari sepenuhnya bahwa setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan b. Membiasakan untuk mawas diri, melihat kesalahan sendiri di masa lalu c. Mengingat-ingat kebaikan yang telah dilakukan oleh orang lain d. Memperbanyak pergaulan dengan sesamanya sehingga gossip dapat dikurangi e. Tidak mudah mempercayai berita yang tidak jelas sumber kebenarannya f. Memperbanyak bergaul dengan orang-orang saleh dan taat beribadah g. Berusaha menghentikan atau mengalihkan pembicaraan yang menjurus gibah.
Fitnah
1. Pengetian Fitnah Dari Segi Bahasa Dan Istilah Kalimah Fitnah (‫نة‬ ‫ت‬ ‫ف‬ ‫)ال‬ dalam bahasa Arab berarti ujian dan cobaan. Imam Ibnu Hajar berkata Asal kata fitnah adalah (‫بار‬ ‫ت‬ ‫)اإلخ‬ (ujian) dan (‫تحان‬ ‫)اإلم‬ ujian) Ibnu Manzur berkata Al-Azhari dan lainnya berkata “Asal makna fitnah adalah (‫تالء‬ ‫)اإلب‬ (cobaan), (‫تحان‬ ‫)اإلم‬ (Ujian) dan (‫بار‬ ‫ت‬ ‫)اإلخ‬ (ujian).” Adapun dari segi istilah ulama adalah seperti yang didefinasikan oleh Jurjani:“Perkara yang dilakukan untuk mengetahui kebaikan atau keburukan sesuatu.” 2. Hukum Fitnah Memfitnah hukumannya lebih berat dari ketidaktaatan. Fitnah akan menyebabkan hukuman yang lebih berat dari Allah. Allah swt menghukum lebih berat orang yang membuat fitnah daripada orang yang membuat dosa besar. Karena fitnah akan menciptakan kebingungan. Fitnah akan menciptakan situasi dimana banyak orang akan terjatuh dalam dosa fitnah itu tanpa mengetahui bahwa mereka telah jatuh kedalam perangkap setan, dan tidak ada jalan keluar bagi orang yang membuat fitnah. Tidak ada pengampunan bagi orang yang
12. 12 membuat fitnah. Itulah sebabnya Allah swt tidak suka dengan orang yang suka memfitnah. Firman Allah ; ْ‫ا‬ ْ‫ي‬ ُّ‫ه‬ْ ‫أ‬َّ‫ا‬ ‫ت‬‫ي‬ ‫ن‬ ْ ْ‫ي‬ْ‫ن‬‫او‬ ‫أ‬َ‫ن‬‫ت‬ْ ‫أ‬َ‫ا‬ ْ َُْْ ‫أ‬َ‫ا‬ ‫ت‬‫ْا‬ٌ ‫أ‬ِ‫ن‬‫ب‬‫إ‬‫ت‬ٍ ْ‫ي‬ْ‫ن‬‫ن‬َ‫ب‬ٌُ ‫أ‬َ‫ن‬ْ ْ‫ي‬ْ‫َب‬ ‫ت‬ُِْ َْ‫و‬ َ‫ي‬‫ا‬ ‫أ‬ِ‫ج‬ ْ‫ل‬‫ة‬‫ت‬ٍ ْ‫ي‬ ُْ‫ت‬‫ب‬ ٌَُُْ ‫أ‬ََ‫ل‬َ ْ‫و‬ ‫أ‬َ‫ا‬ُْ َ ‫ت‬‫م‬ٌ ‫أ‬‫دن‬ ‫ت‬‫و‬ ‫ت‬‫ْي‬َ Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. al-Hujurat: 6) Kata-kata ini sebuah kebenaran, sebuah perintah untuk semua orang untuk digunakan, untuk memeriksa setiap berita buruk yang datang. Jika terjadi kebingungan dalam masyarakat karena berita buruk yang kalian dengar, dari orang yang korup, maka jangan membuat fitnah dan menyebarkan fitnah itu. Wahai manusia jika seseorang yang buruk (korup) datang kepadamu dengan berita yang buruk dan palsu yang dia bawa dan menuduh seseorang terhadap sesuatu yang tidak mereka lakukan, maka periksalah berita itu terlebih dahulu, karena dengan begitu maka kalian tidak akan terjatuh ke dalam dosa besar (fitnah), yaitu dosa fitnah karena kalian percaya terhadap berita buruk yang kalian dengar dari orang yang buruk itu dan turut menyebarkannya. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah (2) : 191 ‫أ‬ِْ‫أ‬‫ج‬‫أل‬ ‫ت‬‫ح‬َُ َ ْ‫أ‬َّ ‫ت‬‫أو‬ ُّ ْْ‫أ‬ ْ ‫ج‬‫ن‬َُ ‫ت‬‫و‬ َ ْ‫أل‬ َ‫ا‬ ْ َ‫ي‬ ْْ‫م‬ َِّْ‫أ‬ ْ ََ‫و‬‫أل‬ ََّ ‫خ‬‫ت‬‫اأو‬ ْ‫يب‬ ْْ‫ت‬‫م‬ َِّْ‫أل‬ َ‫ا‬ ْ‫يب‬ ْ‫ْل‬ُْ َ‫و‬ ‫ت‬ ‫أم‬ ْ ََ‫و‬‫أل‬ َ‫ا‬ ْ‫يب‬ ْ ‫ت‬ُْ َ ‫ْا‬‫أل‬ ‫ن‬‫ت‬َ‫أ‬ َ‫ا‬ ْ‫يب‬ ْ ‫ت‬‫ت‬ِْ ‫أ‬‫م‬‫ت‬‫ي‬َ‫أ‬ َ‫ا‬ ْ‫يب‬ ْ ‫ت‬ُْ َ ‫ْا‬ٌ‫أ‬ َ‫ا‬ ْ َ‫ي‬ ْ ‫ت‬ِْ‫نأا‬‫ت‬‫ن‬ٌ‫أ‬ ‫ت‬‫وي‬‫ت‬ٌ‫أ‬ َ‫ا‬ ْ َ‫ي‬ ْ ‫ت‬‫ت‬ِْ ْ‫مأا‬‫ن‬ ‫أل‬ ‫ت‬ْْ‫م‬‫و‬ َ ُْ‫أ‬ ‫ت‬ ‫ت‬‫ال‬ َ‫ل‬ َ ْ‫أأ‬ََّ‫ت‬‫م‬‫ت‬ٌْ‫ك‬ َ ْ‫ُْأ‬‫ن‬ْ Artinya : Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang.
13. 13 Kata-kata ini sebuah kebenaran, sebuah perintah untuk semua orang untuk digunakan, untuk memeriksa setiap berita buruk yang datang. Jika terjadi kebingungan dalam masyarakat karena berita buruk yang kalian dengar, dari orang yang korup, maka jangan membuat fitnah dan menyebarkan fitnah itu. Wahai manusia jika seseorang yang buruk (korup) datang kepadamu dengan berita yang buruk dan palsu yang dia bawa dan menuduh seseorang terhadap sesuatu yang tidak mereka lakukan, maka periksalah berita itu terlebih dahulu, karena dengan begitu maka kalian tidak akan terjatuh ke dalam dosa besar (fitnah), yaitu dosa fitnah karena kalian percaya terhadap berita buruk yang kalian dengar dari orang yang buruk itu dan turut menyebarkannya. 3. Dampak Fitnah terhadap seseorang Fitnah merupakan salah satu perbuatan yang jelas-jelas dibenci oleh Allah SWT. Orang yang mempunyai hobi memfitnah dia tidak akan nyaman hidupnya di dunia. Sebab di sedang dihantui dengan kebohongan yang besar, jika sudah terbongkar semua kebohongannya maka dia harus menerima imbalannya yakni kepercayaan orang-orang terhadap dirinya telah hilang. Mereka yang suka memfitnah orang ataupun menuduh orang dengan sebuah tuduhan yang salah, maka mereka akan mendapatkan ganjarannya langsung dari Allah SWT. Sedangkan bagi orang yang difitnah Biasanya orang yang difitnah tidak menerima perlakuan atas pencemaran nama baiknya. Oleh karna itu tidak sedikit dari banyak orang yang difitnah membalas perlakuan itu dengan sebuah balas dendam yang lebih kejam. Entah apa saja yang mereka lakuakan yang terpenting mereka dapat membalas perlakuan orang yang memfitnahnya. Akan tetapi dalam surah An-Nur Allah SWT. Telah menjanjikan kepada hambanya yang sabar dan tidak membalas perlakuan orang yang memfitnahnya. Isi janji Allah SWT tersebut adalah sebagai berikut : 1. Ya’jurukumullah yakni mendapatkan balasan ( pahala ) dari Allah SWT. 2. Yazaharul Barooah yakni mendapatkan kesucian dari Allah SWT. Atas segala kekotoran yang ada di dalam dirinya. Oleh karna itu untuk para korban fitnah maka janganlah takut sebab Allah itu selalu berada di sisi hamba-Nya yang benar. Adapun larangan bagi orang yang di fitnah adalah :
14. 14 1. Apabila di fitnah janganlah membalasnya dengan fitnah juga. 2. Berita bohong atau gossip dari orang-orang awwam janganlah didengarkan. 3. Dan jika yang menyampaikannya orang alim pun tetap janganlah dihiraukan. 4. Sikap menghadapi Fitnah Zaman sekarang tidak sedikit dari banyak orang yang hobinya membicarakan orang lain. Baik itu dalam sisi positifnya apalagi sisi negatifnya. Bahkan kita pribadi yang awalnya tidak berniat untuk ikut turut andil dalam mendengarkan berita bohong itupun akhirnya terbawa arus untuk mendengarkannya karena penasaran terhadap berita yang disampaikan dan alhasil kita pun menjadi pendengar setia pembawa berita bohong itu. Kini berita-berita yang belum jelas keabsahannya banyak beredar, seperti gosip-gosip di televisi. Maka untuk menghindarinya berikut adalah cara-caranya sesuai dengan perintah Allah dalam surah An-Nur ayat 12 dan 16 : Jika yang memfitnah itu adalah orang yang awwam Apabila ada teman kita ataupun orang-orang di sekitar kita yang menyampaikan berita bohong , atau orang yang menyampaikan berita itu pun belum yakin akan kebenaran berita yang dia sendiri edarkan kan. Maka kita langsung saja keluarkan dua kartu mati yakni berbicara kepadanya dengan kalimat : 1. Dzhonnal Mu’minuuna wal Mu’minaatu bi Anfusihim 2. Hadza Ifkum Mubiin Setelah kita berkata kalimat itu maka hendaklah kita menajuhi orang yang menyampaikan berita itu. Jika yang memfitnah itu adalah orang yang berilmu Apabila yang menyebarluaskan berita bohong itu adalah orang-orang yang berilmu maka langsung saja keluarkan tiga kartu mati. Artinya jika ada orang yang berilmu ( berpendidikan ) ketika menyampaikan berita dia selalu berkata “ kata si A seperti ini, kata si B seperti ini, dan kata si C seperti itu” belum jelas kebenarannya. Maka cukup saja katakan subhanallah, Ma Yanbagi Lana an Natakallama bihadza, Hadza Buhtaanun ‘Adzhim. Tapi setelah berkata itu pun kita juga harus segera meninggalkan orang yang mengedarkan berita bohong itu. Jangan mentang-mentang sudah mengatakan kalimat kata kunci atau mati itu kita malah asyik mendengarkan berita bohong itu.

Refferensi
http://www.slideshare.net/potpotyazamhuri/sumah-gibah-fitnah

 

Silahkan login untuk meninggalkan balasan.

Pesan

Notifikasi